Konsep Negara Integralistik

Dalam subbab ini perlu diuraikan sedikit mengenai makna “Integralistik”, untuk membedakan dengan “Integrasi”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Tahun 2002, kata “Integralistik” berasal dari kata “Integral” (a = ajective = kt. sifat), berarti (1) mengenai keseluruhan; meliputi seluruh bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap; utuh; bulat; sempurna; (2) tidak terpisahkan; terpadu. Sedangkan “Integralistik” memiliki makna “bersifat integral; merupakan satu keseluruhan”. Dalam subbab ini akan dibahas makna “Integralistik” dalam kaitannya dengan sistem kenegaraan, khususnya yang berlaku di Negara Indonesia.
Berkaitan dengan sistem kenegaraan, salah seorang pendiri negara (founding fathers) kita, Prof. Dr. Mr. Soepomo petama kali melontakan gagasan mengenai konsep negara integralistik dalam sidang BPUPKI, 31 Mei 1945 sebagai sebagai ajaran yang cocok dengan aliran pikiran ketimuran dan cita-cita kenegaraannya sangat sesuai dengan corak masyarakat Indonesia, yaitu ajaran Spinoza, Adam Muller, dan Hegel (Marsillam Simanjutak, 1997). Sebaliknya, Adnan Buyung Nasution dalam desertasinya Tahun 1992 menyatakan bahwa ide negara integralistik yang dilontarkan oleh Soepomo tersebut lebih dipengaruhi oleh kehadiran Jepang daripada ahli filsafat barat tersebut (Adnan Buyung Nasution, 1995).
Pemikiran Prof. Dr. Mr. Soepomo tentang konsep negara integralistik atau faham negara kekeluragaan tersebut menurut banyak kalangan sangat berpengaruh dalam perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disusun kemudian.
Dalam pidatonya dihadapan Sidang Umum BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Chuo Sangi In, Jl. Pejambon No. 6 Jakarta Pusat, Prof. Soepomo menawarkan tiga teori tentang dasar dan prinsip negara sebagai alternatif di dalam pembentukan negara Indonesia kelak.